“Digital Nomad” Benarkah Hanya Bencana Bagi Negara Tujuan?

Praktik berwisata sambil bekerja sebenarnya bukan hal yang baru. Sudah banyak dilakukan di banyak negara. Namun, para traveler yang mencari nafkah dari laptopnya mendapat julukan baru, “anywhere worker”. Seiring dengan maraknya situs pekerja lepas seperti Fiverr dan Lonely Planet.

Apalagi selepas pandemi, semakin banyak pekerja yang memilih menjadi pekerja WFA (Work from Anywhere), atau istilah kerennya digital nomad (pengembara digital). Banyak pekerja asal Rusia, Amerika, atau Eropa membanjiri Bali, Thailand, Meksiko, dan beberapa negara berkembang lainnya.

Gaji mereka dalam bentuk Dolar, Euro, atau Poundsterling. Jika tinggal di negara berkembang, ada surplus pendapatan karena biaya hidup jauh lebih murah.

Para pekerja tersebut jelas mendapatkan keuntungan dengan tinggal di negara berkembang. Bagaimana dengan negara tempat mereka menetap? Ada anggapan para pengembara ini membuat harga properti naik, mencuri peluang kerja warga lokal, sehingga menciptakan ketegangan di masyarakat. Bahkan ada opini bahwa digital nomad merupakan bentuk dari kolonialisasi modern.

Namun, benarkah hanya kerugian saja yang diterima negara tujuan para digital nomad? Sebenarnya tidak juga. Ada beberapa keuntungan yang bisa didapat oleh komunitas lokal. Asalkan negara menyediakan aturan hukum yang jelas.

Apa itu Digital Nomad?

Terdapat beberapa istilah terkait pekerja WFA. “Anywhere worker” (pekerja jarak jauh) bisa bekerja dari rumah atau darimana saja. “Digital nomad” (pengembara digital) adalah pekerja di luar negara asalnya. “Slomad” adalah wisatawan asing yang bekerja dan menghabiskan waktu antara enam bulan hingga satu tahun di satu negara. Sementara “domad” bekerja di dalam negeri di negaranya sendiri.

Pandemi juga membuktikan bahwa bekerja dari mana saja bisa terjadi dan menghasilkan seperti juga bekerja di kantor. Karena itu bisa dipastikan gelombang “anywhere worker” akan bertambah.

Menjadi ekspatriat, pekerja jarak jauh atau pengembara digital sebenarnya bisa memberikan dampak baik bagi komunitas lokal.

Pekerja jarak jauh menggerakan ekonomi masyarakat setempat dan transfer pengetahuan

Para wisatawan pasti menghabiskan uang di daerah yang mereka lewati. Apalagi penjelajah digital. Suplai uang tunai dari mereka akan menciptakan permintaaan dan kesempatan bagi warga sekitar.

Para pengembara digital terbiasa hidup berkecukupan dengan layanan terbaik. Mereka membutuhkan barang dan jasa yang mempermudah hidup mereka. Di sinilah masyarakat berkontribusi dan roda ekonomi berdenyut. Terciptalah pekerja dari masyarakat sekitar mulai dari jasa cuci baju, mengajak anjing jalan-jalan, pengantar makanan atau paket, dan sebagainya.

Interaksi antara pengembara digital dan penduduk sekitar akan menimbulkan transfer pengetahuan. Baik terkait dengan pekerjaan, budaya, atau keduanya. Hal itu menumbuhkan kewirausahaan di tingkat lokal.

Program visa nomad menghasilkan pendapatan bagi pemerintah 

Tidak hanya masyarakat sekitar yang mendapat keuntungan dari penjelajah digital, tetapi juga pemerintah negara tujuan. Beberapa negara meluncurkan program visa nomad yang menarik para nomad datang ke negaranya.

Misalnya negara favorit ekspatriat yang cuacanya hangat dan biaya hidup jauh lebih rendah dibandingkan negara-negara Barat, seperti Kroasia, Kosta Rika, Portugal, dan Thailand. Negara-negara bersuhu dingin juga tidak mau kalah. Mereka turut mengembangkan program visa nomad seperti Armenia, Estonia, dan Norwegia.

Persyaratan umum program visa pekerja digital adalah memiliki pekerjaan dengan pendapatan tinggi. Program di Islandia membutuhkan pendapatan tahunan sekitar $85,000, yang meningkat menjadi lebih dari $110,000 jika melamar dengan pasangan. Thailand menuntut $80,000. Belize menginginkan $75.000. Semua ini jauh di atas pendapatan rata-rata individu AS pada 2022 sebesar $56.000, menurut data pemerintah.

Ditambah lagi, pengajuan permohonan visa dapat menghasilkan pendapatan bagi negara, meski permohonannya nanti ditolak. Anguilla dan Barbados mensyaratkan biaya $2.000 untuk satu aplikasi. Sedangkan Kepulauan Cayman dan Grenada mengenakan biaya $1.500.

Negara-negara ini mengincar digital nomad dengan tingkat pendapatan tertentu. Mengingat calon nomaden ini membayar banyak uang tanpa janji visa mereka akan disetujui.

Jika dikaji lebih lanjut, visa nomad mungkin merupakan solusi yang efektif bagi pemerintah, komunitas, dan para perantau itu sendiri. Ini sekaligus menghindari sistem dan kebijakan imigrasi yang lamban. Visa ini cocok untuk pekerja yang berpindah-pindah, yang tidak ingin atau berencana untuk tinggal di negara tujuan selamanya.


Sumber:

https://matadornetwork.com/read/digital-nomads-positive-impacts/

Share via :
Only member can wowing to this article. Register now here