Hunting Sate Maranggi di Purwakarta
Apa sih istimewanya sate maranggi? Mengapa di setiap sudut Purwakarta banyak ditemukan sate maranggi? Berangkat dari rasa penasaran itu, aku mencoba sate maranggi di beberapa tempat di Purwakarta.
Kalau tidak tiba-tiba tinggal di Purwakarta mengikuti suami bertugas, tentu aku tidak tahu sate maranggi. Lahir dan besar di Surabaya, buatku sate yang enak tentu saja sate madura. Sate ayam dengan bumbu kacang dan kecap yang rasanya creamy banget.
Lalu, berkenalan dengan sate maranggi Purwakarta. Perkenalan pertama tentu dengan yang paling terkenal, Sate Maranggi Hj. Yetty di Cibungur. Aku mencoba sate maranggi sapi, ayam, dan kambing. Karena datang rombongan jadi bisa coba semuanya. Satenya datang dengan campuran potongan tomat dan cabe rawit. Tidak ada bumbu cocolan. Namun, tersedia kecap manis jika ingin menambahkannya.
Setiap tusuk satenya mengandung daging tanpa lemak yang gemuk. Rasa satenya cenderung manis dan padat. Karenanya cocok banget dicampur dengan potongan tomat dan cabe. Hati-hati buat yang tidak suka pedas, karena potongan cabenya melimpah. Lebih baik pesan untuk dipisah antara sate dan racikan tomatnya. Jadi, bisa disesuaikan tingkat kepedasannya.
Nama besar memang tidak main-main. Rasanya enak. Tempatnya juga super luas dan ramai, tetapi pesanan cepat datang. Hanya saja agak kaget sewaktu ke kasir. Karena harga per tusuk satenya tidak cocok di tanggal tua. Sekitar Rp 5000 untuk sate ayam, Rp 5500 untuk sate sapi, dan Rp 6000 untuk sate kambing. Ga mungkin makan cuma 1 tusuk, kan?
Setelah beberapa bulan tinggal di Purwakarta, orang-orang menyarankan untuk mencoba sate maranggi yang lain. Ternyata setiap orang asli Purwakarta yang aku tanya tentang sate maranggi yang enak, jawabannya bervariasi.
Aku pun mencoba beberapa referensi mereka. Dari sate maranggi Abah Use di desa Cihuni, sate maranggi Mang Budi di Jalan Kopi, sate maranggi di wiskul setiap Sabtu di jalan depan stasiun, hingga sate maranggi yang lewat depan rumah. Harganya lebih murah dari yang pertama karena potongan dagingnya juga lebih kecil. Sepenasaran itu dengan sate maranggi.
Suatu hari, sepupu suami yang tinggal di Karawang, mampir ke rumah kami. Dia cerita sering ke Purwakarta untuk makan sate maranggi yang asli. Ah, masak sih? Aku cenderung skeptis. Belum makan sate maranggi yang asli kalau belum ke sana, katanya. Wah, makin penasaran. Cuss lah, berangkat!
Kami diajak ke Kampung Maranggi Plered. Letaknya tepat di depan Kecamatan Plered, samping stasiun Plered. Bentuknya sekilas seperti pujasera dengan banyak penjual, tapi semuanya menjual sate maranggi. Kami datang sudah malam sekitar pukul 8, tetapi masih ramai. Parkirannya penuh dengan mobil-mobil plat luar Purwakarta. Maklum, Hari Minggu.
Setiap tamu bebas memilih mau makan di lapak yang mana. Kami duduk menghadap penjual yang membakar sate di depan muka kita. Siap-siap bau asap ya kalau makan di sini.
Ukuran satenya relatif lebih kecil dari maranggi Haji Yetty dan bisa pilih full daging atau campur lemak. Ada sate ayam, sapi, dan kambing. Namun, sate sapinya juara! Satenya dimakan begitu saja sudah enak. Bisa juga dicocol dengan sambal kecap yang sudah dibumbui. Tersedia juga bumbu kacang dan acar yang bisa diambil sepuasnya. Teman makannya tak cuma nasi, tetapi juga ada ketan.
Buatku yang paling enak adalah sambel kecapnya. Aku merasa ada rasa khas seperti rasa petis yang samar. Penjualnya mengaku hanya menggunakan daging yang segar dan dipanggang ketika dipesan. Jadi siap-siap kena asap ya kalau makan di tempat.
Setelah aku amati, ada perbedaan pelanggan dan tamu baru saat memesan. Tamu baru akan langsung menyebutkan ingin berapa porsi. Sedangkan pelanggan hanya asal comot saja sate yang sudah dibakar dan mengumpulkan tusukan sate bekas dimakan. Itu yang akan dihitung saat membayar.
Karena terbiasa makan sate yang mahal, aku makan sedikit demi sedikit. Eh, ternyata harganya murah. Hanya Rp 2000-3000 per tusuknya. Ga pusing bayar kalau makan banyak. Benar-benar puas!
Usut punya usut, sate maranggi yang pertama memang berasal dari Plered. Namun, menyebar ke seluruh Purwakarta. Penjual-penjual di Kampung Maranggi Plered ini, dulu tersebar di jalanan. Kemudian dikumpulkan di satu tempat, sehingga lebih terpusat dan tertata. Malah menjadi destinasi wisata baru.
Kesimpulanku setelah mencoba berbagai sate maranggi, tidak ada satu resep khusus sate maranggi Purwakarta. Karena setiap daerah punya ciri khas masing-masing. Yang pasti satenya direndam dulu dengan bumbu rempah dan gula aren sebelum dibakar. Itulah sebabnya meski tidak ada cocolannya, satenya sudah enak. Mau pakai sambal tomat atau ramuan kecap, tergantung selera. Tapi buatku sate maranggi Kampung Plered tetap no 1.
Foto: Dokumentasi pribadi dan Google