Pecel: Makanan Legendaris
Setiap mudik ke Surabaya, saya selalu merindukan sarapan pecel aneka lauk dengan peyek berlimpah, dan murah. Sementara saya tinggal di Jawa Barat dimana jarang sekali penjual pecel di pagi hari.
Ternyata makanan favorit saya ini memiliki sejarah panjang. Pecel memang berasal dari Jawa Tengah dan menyebar di Jawa Timur. Tak heran beberapa pecel yang populer adalah pecel madiun, pecel blitar, pecel kediri, pecel ponorogo, termasuk pecel solo dan jogja. Sekitar tahun 80 hingga 90an, masih bisa dibedakan asal pecel berdasarkan kotanya.
Misalnya pecel sekitar Cepu, Blora yang menggunakan daun jati sebagai pembungkus karena dekat dengan hutan jati. Sementara pecel madiun biasanya menggunakan daun pisang untuk pembungkusnya. Kalau pecel ponorogo ada yang menggunakan daun jati atau pisang, bergantung musimnya.
Ada juga yang membedakan berdasarkan rasa atau rempah yang menjadi ciri khas pecel di masing-masing daerah. Seperti pecel blitar yang kacangnya digoreng dengan kulit arinya. Hal itu membuat bumbu pecel tampak lebih gelap, serta kuat aroma kencur dan daun jeruk. Pecel ponorogo cenderung kental dan pedas tanpa kencur.
Sedangkan pecel madiun, kacangnya disangrai tanpa kulit ari, menggunakan terasi, dengan atau tanpa kencur. Kalau pecel kediri selain menggunakan sambal kacang sebagai siraman sayur, juga ditambah dengan sambal tumpang (sambal tempe).
Namun kini sepertinya lebih susah untuk melacak keaslian pecel berdasarkan daerah asal. Karena setiap penjual memiliki formulanya masing-masing untuk menarik pembeli. Seringkali mereka mencampurkan ciri khas pecel dari beberapa daerah. Misal “judulnya” pecel madiun, tetapi menyediakan sambal tumpang. Itu sah-sah saja selama pembeli doyan.
Berdasarkan catatan sejarah, pecel sudah ada di tanah Jawa sejak abad ke 9 Masehi. Saat Kerajaan Mataram Kuno di bawah pemerintahan Raja Rakai Watukura Dyah Balitung (898-930 M) yang tercatat dalam Kakawin Ramayana. Pecel juga tertulis dalam Prasasti Taji Ponorogo (901 M), Prasasti Siman dari Kediri (865 S/943 M), Babad Tanah Jawi (1647 M), dan Serat Centhini (1742 S/1814 M).
Dikutip dari berbagai sumber, dalam buku Babad Tanah Jawi kata “pecel” merujuk pada sayur (daun) yang direbus, kemudian diperas hingga kering, atau meniriskan sayur-sayuran dan menghancurkan (mengiris) sayur-sayuran.
Pendeknya, pecel bisa dibilang merupakan salad Indonesia yang mengusung kearifan lokal. Terbukti dengan jenis sayuran atau lauk yang digunakan bisa disesuaikan dengan ketersediaan di daerah masing-masing.
Sayuran yang sering digunakan adalah bayam, kangkung, kecambah/taoge, kacang panjang, kenikir, kubis/kol, daun ubi, hingga bunga turi, petai cina, kemangi, timun, bahkan jantung pisang.
Begitu juga dengan lauk pendampingnya. Bisa tahu, tempe, ayam, daging, jeroan, serundeng. Jangan lupa kerupuknya. Pecel Jawa Timur seringkali menggunakan peyek udang/teri/kacang, kerupuk gendar, atau kerupuk puli.
Lalu dimana kedai pecel yang enak? Simak kelanjutannya di bagian 2.